Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 12, Jauhi Buruk Sangka (Sesi 3)

0
785

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha pernah cemburu dengan istri Rasulullah yang lain yang bernama Shofiyah, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata tentang Shofiyah:”Ya Rasulullah, cukup bagi anda Shofiyah dia begini dan begini”, ‘Aisyah memberi isyarat dengan tangannya seakan-akan ia berkata:”Shofiyah orangnya pendek tidak sama dengan saya yang tinggi”, Mendengar ucapan ‘Aisyah, Rasulullah kemudian marah dan mengatakan:”Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah perkataan yang andaikan dicelupkan pada sebuah lautan maka ia akan mengotori seluruh lautan”,

Rasulullah mengibaratkan ghibah mengotori seluruh lautan walau hanya dengan satu celupan. Lalu bagaimana dengan kita yang senantiasa menggibahi saudara – saudara kita tanpa disadari atau dengan sengaja, begitu mudahnya kita mencemarkan kehormatan saudara – saudara kita baik di majelis umum maupun dimajelis khusus bahkan di media sosial. Oleh karenanya apa yang disampaikan oleh Rasulullah kepada ‘Aisyah mari dijadikan sebagai muhasabah agar kita lebih berhati – hati karena sesungguhnya lidah yang tidak bertulang bisa menyeret pelakunya ke dalam api neraka.

Abu Bakar as Shiddiq Radhiyallahu anhu pernah mengeluarkan lidahnya sambil memegangnya, orang kemudian berkata:”Apa yang terjadi denganmu wahai Abu Bakar”, Abu Bakar berkata:”Inilah yang akan menghancurkanku”,  lidah tak bertulang namun sangat berbahaya ketika digunakan untuk membicarakan apa yang menyangkut saudara kita dengan menceritakan kejelekan mereka. Suatu ketika Rasulullah didatangi oleh salah seorang sahabat yang benama Ma’iz bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau salah seorang sahabat yang terjatuh dalam perbuatan keji yaitu perbuatan zina, hal ini menunjukkan bahwasanya syarat bagi orang yang bertakwa bukan berarti dia telah terlepas dari perbuatan dosa, Allah Subhanahu wata’ala berfirman di dalam Al-Qur’an:

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa“. (QS. Ali ‘Imran : 133).

Jadi bukan berarti orang yang bertakwa adalah orang yang terbebas dari dosa dan maksiat akan tetapi orang yang ketika terjatuh dalam perbuatan dosa mereka segera bertaubat kepada Allah Subhanahu wata’ala sebagaimana Ma’iz bin Malik Radhiyallahu ‘anhu terjatuh dalam perbuatan zina, beliau menyesal ingin menebus dirinya, beliau datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, Rasulullah duduk bersama dengan para sahabat, dia datang dari depan dan berkata:”Ya Rasulullah saya telah berzina, sucikan saya”, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berpaling ke arah yang lain, dari sini sebagian ulama kita mengatakan bahwasanya andaikan Ma’iz ini tinggal dirumahnya kemudian dia bertaubat kepada Allah Subhanahu wata’ala maka insyaAllah, Allah akan menerima taubatnya. Rasulullah memberikan isyarat dengan berpaling agar ia menutup dosanya dan bertaubat kepada Allah, akan tetapi Ma’iz datang lagi ke arah wajah Rasulullah dan berkata:” Ya Rasulullah saya telah berzina, sucikan saya”, Rasulullah kembali berpaling ke arah yang lain, namun Ma’iz kembali menghadapkan dirinya pada pandangan Rasulullah sambil  berkata:”Ya Rasulullah saya telah berzina, sucikan saya”.

Dari kisah tersebut menunjukkan bahwasanya jangan diantara kita mengira bahwa agama islam adalah agama yang ketika syariat ditegakkan maka yang nampak adalah orang – orang yang terpotong leher dan tangannya, hal inilah yang membuat sebagian orang yang tidak paham dengan syariat islam berkata:”Islam adalah agama yang bengis dan sadis”, tidak demikian, bahkan dalam islam tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk menerapkan hudud sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam Ma’iz bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,

Karena ia terus memaksa, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berkata:”Engkau tahu apa itu zina”, ia menjelaskan kepada Rasulullah tentang zina, Rasulullah berkata kepada para sahabat:”Apakah orang ini gila”, sahabat berkata:”Tidak, Ya Rasulullah”, Rasulullah tidak langsung menerapkan rajam, beliau kembali berkata kepada para sahabat:”Coba cium mulutnya, apakah dia mabuk“, maka berdirilah salah seorang sahabat mencium mulutnya lalu berkata:”Dia tidak mabuk Ya Rasulullah”, setelah itu barulah Rasulullah menegakkan rajam sesuai dengan pemintaan Ma’iz sendiri untuk disucikan.

Sesungguhnya Al Hudud (hukum rajam) menghapuskan dosa – dosa yang lakukan didunia dan diakhirat, setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersama dengan para sahabat melakukan rajam kepada Ma’iz, ada diantara 2 sahabat melempar seraya berkata:”Lihat orang ini sudah ditutup aibnya namun ia sendiri menyerahkan dirinya sehingga ia dirajam seperti seekor anjing”, maka didengarlah ucapan keduanya oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dari apa yang mereka ucapkan, ketika Rasulullah kembali bersama dengan para sahabat, dipinggir jalan ada bangkai seekor khimar (Kambing), Rasulullah kemudian berkata:”Mana fulan dan fulan.?”, keduanya berkata:”Kami Ya Rasulullah”, Rasulullah berkata:”Turunlah kalian berdua (dari kuda) dan makanlah dari bangkai khimar ini”, mereka berkata:”Semoga Allah mengampuni anda Ya Rasulullah, bagaimana mungkin kami mau makan bangkai ini, mengapa anda menyuruh kami Ya Rasulullah”, Rasulullah berkata:”Perkataan kalian berdua kepada saudara kalian Ma’iz itu lebih buruk dan keji disisi Allah dari kalian memakan bangkai inidemi Allah dia telah bertaubat, andaikan taubatnya dibagikan kepada ahlu maksiat atau penduduk Madinah maka mereka akan diampunkan dosa – dosanya oleh Allah Subhanahu wata’ala”.

Hendaknya kewajiban bagi kita sebagai orang muslim adalah senantiasa menjaga lisan kita dari mencemarkan kehormatan saudara kita karena Allah Subhanahu wata’ala melarang kita untuk bergibah, kemudian setelahnya dalam surah Al Hujurat ayat 12 Allah berkata:”Dan bertakwalah kepada Allah“. Kerjakan segala perintahnya dan jauhi segala larangannya

Jaga diri kita jangan sampai kita termasuk orang yang merugi pada hari kiamat, salah seorang pernah datang kepada Ibnu Sirin dan berkata:”Wahai Ibnu Sirin, saya mendengar anda menggibahi saya”, Ibnu Sirin berkata:”Andaikan saya menggibahi seseorang, lebih baik saya menggibahi bapak saya”, ia berkata:”Mengapa engkau berkata seperti itu”, Ibnu Sirin berkata:”Karena orang yang menggibahi saudaranya kebaikan yang ia lakukan mengalir kepadanya dan tidak ada orang yang lebih berhak mendapatkan kebaikan kecuali orang tua ku sendiri”. Begitupula Al Hasan Al Basri berkata:”Andaikan ghibah itu halal, saya menggibahi kedua orang tua saya, lebih baik mereka yang mendapatkan kebaikanku”,

Hadist Rasulullah tentang orang yang bangkrut pada hari kiamat,

أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit) itu?” Para sahabat menjawab,”Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.” Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata :”Muflis (orang yang pailit) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka”. (HR. Muslim no. 2581, at Tirmizi no. 2418 dan Ahmad (2/303, 334, 371), dari Abu Hurairah).

Bagaimana taubat dari ghibah.?

Ulama kita menjelaskan:”Pertama ia telah mengetahui syarat – syarat diterimanya taubat oleh Allah yaitu langsung meninggalkan dosa tersebut, kedua menyesali perbuatan dosa yang pernah ia lakukan dan ketiga bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut, ditambahkan oleh ulama kita (Ia harus ikhlas dalam taubatnya kemudian ia bertaubat sebelum waktu dicabutnya taubat oleh Allah Subhanahu wata’ala).

Perbuatan ghibah menyangkut dengan kehormatan saudara kita oleh karenanya ulama menjelaskan bagaimana bertaubat dari orang yang penah dighibahi, yaitu dengan cara memperbaiki nama baik saudara kita yang pernah digibahi pada suatu majelis atau ditempat dimana kita pernah menggibahinya, adapun jika misalkan ia telah tahu bahwa kita menggibahinya maka kita datang langsung meminta maaf kepadanya. Jika ia tidak tahu, maka tidak perlu minta kehalalan darinya jika dikahwatrikan akan menimbulkan mudharat yang lebih besar, akan tetapi kita datang kerumahnya dan meminta maaf secara umum, misalkan kita berkata:”Akhi, jika saya memiliki kesalahan dimasa lalu dan yang akan datang, maafkan saya”, kemudian ia berkata:”Ia saya Maafkan”,  karena jika tidak meminta maaf kepadanya maka kita akan berhadapan dengannya pada hari kiamat, dan pada hari kiamat yang menjadi kebutuhan adalah pahala untuk selamat dari api neraka, bukan dengan harta dan jabatan yang kita miliki akan tetapi dengan kebaikan yang pernah kita lakukan, oleh karena itu jangan sampai kita termasuk orang yang merugi dihari kemudian dengan amalan yang diambil oleh orang lain.

Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang

Betapa luasnya rahmat Allah Subhanahu wata’ala, tak satupun dosa dipermukaan bumi ini kecuali diampunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : (( قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَـى : يَا ابْنَ آدَمَ ، إنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيْكَ وَلَا أُبَالِيْ ، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ، ثُمَّ اسْتَغفَرْتَنِيْ ، غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِيْ ، يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ، ثُمَّ لَقِيتَنيْ لَا تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا ، لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابهَا مَغْفِرَةً )).

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu ia berkata:”Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah Azza wa Jalla berfirman”, Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdo’a dan berharap hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi”. (HR. At-Tirmidzi, dan beliau berkata: Hadits ini hasan shahih).

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54)

Katakanlah:“Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)”. (QS. Az Zumar: 53-54).

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (71)

Dan orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya”. (QS. Al Furqan: 68-71).

Ayat ini surah Al-Furqan diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika salah seorang sahabat Nabi yang suda tua renta belum masuk islam pada waktu itu dengan rambut telah beruban begitupula kedua alisnya, ia datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata:”Ya, Rasulullah saya telah melakukan ini dan itu”, Rasulullah berkata:”Engkau berkata Ashadu anla ilaha illallah wa ashadu anna muhammadarrrasulullah”, ia kemudian mengikuti apa yang diucapkan oleh Rasulullah, Rasulullah berkata:”Allah telah mengampuni seluruh dosa – dosamu“, ia kembali berkata:”Bagaimana dengan dosa – dosaku dimasa silam Ya Rasulullah“, Rasulullah berkata:”Allah telah menggantikannya dengan pahala disisinya”, maka turunlah firman Allah Subhanahu wata’ala dalam surah Al-Furqan diatas.

Allah Subhanahu wata’ala maha pengampun kepada hamba – hambanya setelah hambanya berdosa lalu ia bertaubat dan jujur dalam taubatnya, adapun ketika ia kembali terjatuh dan tergelincir Allah senantiasa berkenan menyambut hambanya untuk masuk ke dalam rahmatnya bahkan Allah bergembira kepada taubat hambanya melebihi dari kegembiraan seorang lelaki yang membawa kendaraannya berserta perbekalannya dalam sebuah perjalanan yang sangat jauh di tengah gurun sahara, ditengah perjalanan ia tertidur lalu kendaaraannya pergi membawa perbekalannya, setelah ia terbangun dia mencari- cari kendaraan dan perbekalannya sedang kematian telah berada di depan matanya, kemudian ia pasrah sambil tidur dan setelah ia terbangun ia melihat kendaraannya bersama dengan perbekalannya berada didepannya, karena telalu gembira ia berkata:”Ya Allah engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhanmu”, ia mengucapkan perkataan yang keliru karena gembira dengan kendaraan dan perbekalannya yang kembali kepadanya. Rasulullah berkata:”Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat seorang hamba yang kembali kepadanya daripada kebahagiaan dan kegembiraan orang tersebut“.

Semoga Allah Subhanahu wata’ala mengampunkan dosa – dosa kita begitu pula dengan aib – aib kita, memberikan kepada kita akhlak yang mulia dan menjaga diri – diri kita dari akhlak yang buruk.

Wallahu A’lam Bish Showaab



Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Kamis, 5 Syaban 1439 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : http://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

ID LINE :  http://line.me/ti/p/%40nga7079p

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here