Harmantajang.com – Salah satu persoalan mendasar yang menentukan doa tak kunjung dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sumber dari rezeki dan makanan yang masuk ke dalam perutnya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabat mengajarkan pentingnya sifat al-wara (kehati-hatian) dalam menjauhi segala sesuatu yang haram atau bahkan yang bersifat syubhat (meragukan).
Jika seseorang tidak menjaga kehalalan apa yang dikonsumsinya, hal itu dapat menjadi salah satu sebab utama mengapa doanya tidak dikabulkan oleh Allah.
1. Penyebab Utama Doa Tidak Terkabul
Konsumsi makanan yang haram atau syubhat adalah salah satu sebab doa seorang hamba tidak dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam secara tegas menyebutkan dalam sebuah hadis bahwa:
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi, no. 614. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Karena tubuh yang tumbuh dari yang haram berhak mendapatkan neraka, maka sangat logis jika doa-doa yang dipanjatkan dari tubuh tersebut tidak dikabulkan oleh Allah. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk berusaha mencari harta yang halal lagi baik.
Baca Juga: Kematian: Rahasia Ilahi yang Pasti Menjemput
2. Ancaman Terhadap Perkara Syubhat
Menghindari perkara syubhat sangat penting karena syubhat dapat menjerumuskan seseorang ke dalam perkara yang haram. Syubhat merujuk pada perkara-perkara yang meragukan, di mana status hukumnya (halal atau haram) tidak jelas.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengingatkan bahwa:
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
“Barangsiapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka sungguh ia telah terjatuh dalam perkara yang haram”. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafazh Muslim).
Terjatuh dalam perkara haram ini bukan hanya membahayakan urusan akhirat, tetapi juga dapat membahayakan diri dan kehormatan seseorang. Oleh karena itu, sikap al-wara menuntut kita untuk tidak menjerumuskan diri pada keharaman atau bahkan yang syubhat.
3. Keteladanan Rasulullah SAW dalam Sifat Al-Wara
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan contoh nyata tentang kehati-hatian yang ekstrem (sifat al-wara) dalam menjaga perutnya dari yang haram. Pernah suatu malam, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam begadang dan tidak bisa tidur.
Penyebabnya adalah beliau khawatir kurma yang baru saja beliau makan merupakan kurma sedekah. Beliau ingat bahwa ada kurma sedekah yang dititipkan di rumah beliau, dan beliau khawatir kurma yang beliau makan itu bercampur, apakah itu milik keluarganya ataukah bagian dari sedekah.
Perlu diketahui, sedekah (zakat) adalah haram bagi Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan keluarganya, meskipun beliau bisa menerima hadiah. Kekhawatiran adanya sesuatu yang haram masuk ke dalam perut beliau.
Inilah yang membuat beliau tidak bisa tidur di malam itu. Hal ini mengajarkan kepada kita tentang sifat wara, meskipun ketidaktahuan (Al-Jahal) bisa menjatuhkan dosa.
Baca Juga: Memikirkan Kemaksiatan Saat Salat, 2 Cara Mengatasinya!
4. Keteladanan Sahabat Mulia Abu Bakar dalam Menghindari Haram
Sahabat mulia Abu Bakar menunjukkan reaksi keras dan langsung ketika mengetahui makanan yang ia konsumsi berasal dari sumber yang haram. Abu Bakar pernah disajikan makanan oleh pembantunya dan beliau memakannya.
Setelah beliau selesai makan, pembantunya bertanya, “Tahukah Anda dari mana saya mendatangkan atau menghidangkan makanan itu buat Anda yang telah anda makan?”.
Pembantunya kemudian menjelaskan bahwa makanan itu dibeli dari upah hasil perdukunan yang pernah ia lakukan di zaman Jahiliyah. Mengetahui bahwa makanan yang masuk ke perutnya berasal dari hasil haram, Abu Bakar tidak menunggu lama.
Beliau langsung memasukkan tangannya ke dalam tenggorokannya dan berusaha memuntahkan semua apa yang telah beliau makan.
Sikap Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya ini mengajarkan tentang al-wara, yaitu untuk tidak menyentuh sesuatu yang bukan hak kita atau tidak memasukkan sesuatu yang haram atau syubhat ke dalam perut kita.




