Harmantajang.com – Nabi Musa pernah ceramah di depan kaumnya (Bani Israil), Israil merupakan keturunan Nabi Yaqub, Nabi Musa berceramah, Rasulullah berkata:
”Ceramahnya menyentuh sampai-sampai orang pada menangis, hatinya semakin takut, Nabi Musa mengingatkan mereka dengan hari-hari Allah, dengan nikmat Allah, dengan musibah sehingga mereka tersentuh”.
Setelah ceramah Nabi Musa di ikuti oleh seorang dari Bani Israil ia bertanya:”Wahai Musa adakah orang yang lebih ‘alim darimu di dunia ini”. Faidah, dalam kajian sebagian ulama itu benci dengan pertanyaan dimajelis yang di dalamnya membanding-bandingkan antara seorang ustadz dengan ustadz yang lain.
Misalnya ada yang bertanya:“Apa hukumnya ini”, setelah diberitahu jawabannya ia berkata:”Tapi ustadz ini berkata begini”, maka hal ini tidak boleh dan ini kurang adab terhadap seorang ustadz kecuali jika dimajelis ilmiah.
Tetapi jika misalnya hanya sekedar untuk mencari-cari kesalahan dan kekurangan ustadz yang lain atau juga mencari-cari keringanan maka ini tidak boleh, jadi ada orang yang bertanya mencari-cari keringanan sesuai hawa nafsunya.
Jika sesuai hawa nafsunya dia mengambilnya dan ini dikhawatirkan oleh sebagaian ulama seperti Sulaiman At Taimi Rahimahullah berkata:
“Siapa yang sengaja mencari-cari ketergelinciran para ulama atau keringanan-keringanan mereka maka dia sudah zindik atau hampir zindiq atau berkumpul pada dirinya seluruh keburukan”.
Baca Juga: Memetik 3 Hikmah dari Kisah Nabi Musa dengan Khidir (Part 1)
Jadi dia bertanya hanya untuk mencari keringanan saja sesuai hawa nafsunya. Yang kedua untuk mengetes dan ini juga tidak boleh dan pertanyaan seperti ini mazmum. Jadi orang ini bertanya kepada Nabi Musa:
”Adakah yang lebih ‘alim dari anda di dunia ini“. Nabi Musa kemudian menjawab:”Saya tidak tahu ada orang yang lebih ‘alim dari saya di dunia ini”, ucapan Nabi Musa ini sebenarnya bukan dimaksudkna untuk ujub dan sombong.
Tetapi beliau menjawab sesuai dengan apa yang beliau ketahui karena beliau mengira bahwa hanya beliau yang diutus menjadi Nabi pada saat itu, Jadi beliau menjawab normatif saja karena beliau tahu bahwasanya cuma beliau yang diutus oleh Allah sebagai Nabi.
Disinilah Allah Subhanahu wata’ala menegur Nabi Musa ‘Alaihissalam dan menyampaikan kepada beliau bahwasanya disana ada seorang hamba yang sholeh yang memiliki ilmu yang engkau tidak miliki wahai Musa.
Allah tidak mengatakan dia lebih ‘alim darimu wahai Musa tapi Allah mengatakan:”Dia memiliki ilmu yang engkau tidak miliki wahai Musa“. karena terkadang ada sesuatu yang kita dapati di sungai tidak kita dapatkan dilaut.
Baca Juga: Fitnah Dajjal akan Datang, Bagaimana Cara Agar Terhindar? (Q & A Part 29)
Laut lebih luas dari sungai makanya Imam Bukhari menyebutkan bahwasanya seseorang belum dikatakan muhaddist sebelum dia mengambil dari seseorang yang lebih tinggi dari dia, yang lebih rendah dari dia dan dari yang selevel dari dia.
Inilah ketawadhuan penuntut ilmu, mengambil ilmu dari orang yang lebih ‘alim darinya, lebih rendah darinya atau yang selevel dengannya Makanya Allah menyampaikan kepada Nabi Musa bahwasanya disana ada seorang hamba yang memiliki ilmu yang tidak engkau ketahui wahai Musa siapa nama hamba tersebut beliau bernama Khadir yang biasa kita sebut Khidir.
Namun yang shahih yaitu Khadir atau dari kata ahdar (hijau), disini Nabi Musa bertekad bahwasanya saya harus mendatangi orang itu, disinilah dimulai perjalanan ilmiah Nabi Musa menuntut ilmu yang Allah ceritakan di dalam Al-Qur’an.