Harmantajang.com – Kisah luar biasa Abu Mihjan Al-Tsaqafi, Ksatria yang dihukum di Medan Jihad adalah seorang sahabat Nabi yang dikenal karena keberaniannya yang tak tertandingi di medan perang.
Namun, meskipun keperkasaannya diakui dan ia ditakuti musuh dalam jihad, Abu Mihjan memiliki satu kebiasaan jahiliyah yang belum bisa ia tinggalkan: kecanduan meminum minuman keras.
Meskipun telah dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 80 kali hukuman dalam Islam ia tetap tidak mampu meninggalkan minuman keras.
Peristiwa krusial terjadi selama Perang Al-Qadisiyyah, di mana kaum Muslimin dipimpin oleh Sahabat Sa’d. Sayangnya, di tengah kesibukan jihad, Abu Mihjan kembali mengonsumsi minuman keras.
Penahanan di Tengah Pertempuran
Ketika pelanggaran ini dilaporkan kepada pemimpin perang, Sa’d, hukuman segera diberlakukan. Meskipun aturan jihad biasanya menangguhkan hukuman agar tidak melemahkan pasukan, Sa’d memerintahkan Abu Mihjan dirantai, mengikat kedua tangan dan kakinya, dan menahannya di belakang tenda.
Secara kebetulan, Sa’d sendiri sedang sakit dan hanya bisa mengomandoi pasukan dari kejauhan di depan kemahnya. Kuda Sa’d ditambatkan di belakang, dekat dengan tempat Abu Mihjan dirantai.
Dari posisinya, Abu Mihjan melihat pemandangan yang memilukan: pasukan Muslimin berada di ambang kekalahan. Mendengar suara benturan pedang, tombak, dan teriakan jihad, hatinya bergejolak. Ia merasa tidak terima bahwa ia harus dirantai saat kaum Muslimin menjadi bulan-bulanan musuh.
Baca Juga: Tenang dengan Al-Qur’an: Pedoman dan Sahabat Hidup
Janji untuk Syahid
Abu Mihjan kemudian memanggil Salma, istri Sa’d, yang berada di dalam kemah. “Tolong buka rantai ini,” pintanya.
Demi mendapatkan kebebasan berperang, ia mengucapkan janji yang serius: “Demi Allah saya berjanji Andaikan saya meninggal di bidang jihad itu yang saya cari (syahid) dan Andaikan saya masih selamat saya kembali sendiri ke sini mengikat kedua tangan saya ini”.
Salma kemudian membuka rantainya. Setelah bebas, Abu Mihjan mengambil kuda Sa’d Ibnu dan menutup wajahnya sebelum terjun ke dalam pertempuran.
Perubahan 180 Derajat
Begitu Abu Mihjan memasuki kancah pertempuran, situasi berubah drastis sejauh 180 derajat. Kemenangan berangsur-angsur mulai diraih kembali oleh kaum Muslimin.
Sa’d, yang menyaksikan perubahan tiba-tiba ini dari jauh, menjadi khawatir. Ia baru yakin bahwa yang dilepas adalah Abu Mihjan setelah Salma, istrinya, mengakui bahwa ia yang melepaskannya. Salma tahu bahwa Abu Mihjan “bukan sembarang orang”.
Sesuai janjinya, setelah kaum Muslimin meraih kemenangan, Abu Mihjan kembali dan bersiap untuk merantai kedua tangan dan kakinya kembali.
Baca Juga: Tenang dengan Al-Qur’an: Pedoman dan Sahabat Hidup
Pertobatan yang Disaksikan Sa’d
Melihat kesetiaan Abu Mihjan pada janjinya, Sa’d Ibnu datang sambil menangis dan terharu.
Sa’d kemudian membuat sumpah emosional, menyatakan: “wallahi demi allah saya tidak akan lagi mencambukmu Abu mihjan setelah hari ini hanya gara-gara kau meminum minuman keras”.
Mendengar sumpah tersebut, Abu Mihjan membalas dengan sumpah yang menandai pertobatannya: “wallahi demi allah saya juga bersumpah Saya tidak akan lagi meminumnya selamanya setelah hari ini”.
Peristiwa ini dianggap sebagai balasan kontan dari Allah di dunia atas perbuatan baik yang dilakukan oleh Abu Mihjan.




