بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
- Peristiwa Tertinggalnya Ka’ab Bin Malik Dalam Perang Tabuk
Dari Abdullah bin Ka’ab bin Malik dialah yang menuntun Ka’ab ketika telah buta dari sekian banyak anaknya dia berkata:“Saya mendengar Ka’ab bin Malik (yakni ayahnya) bercerita mengenai kisahnya ketika tertinggal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perang tabuk”. Ka’ab berkata:
“Saya tidak pernah tertinggal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam satu peperangan pun kecuali perang tabuk. Walaupun saya juga tertinggal dari perang Badr, tetapi ketahuilah sesungguhnya tidak ada seorang pun yang tertinggal dari peperangan tersebut yang dicela. Hal ini karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin keluar pada perang Badr hanya untuk menghadang kafilah dagang Quraisy. Hingga akhirnya Allah Subhanahu wata’ala mempertemukan antara kaum muslimin dan musuh mereka dengan tanpa perjanjian. Saya juga telah menyaksikan malam Aqabah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika kami berbai’at di atas Islam. Hal itu lebih saya senangi daripada saya ikut perang Badr walaupun perang Badr itu lebih banyak disebut-sebut orang.
Dulu, berita yang tersebar mengenai diri saya ketika tertinggal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada perang tabuk bahwa saya tidaklah lebih kuat dan lebih lapang untuk berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada saat itu. Padahal demi Allah, saya belum pernah memiliki dua unta dan saya memilikinya pada perang tersebut. Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika hendak berperang kecuali selalu beliau samarkan dengan yang lain. Dalam perang ini beliau berperang pada musim panas dan menempuh perjalanan jauh melewati gurun yang gersang untuk menghadapi pasukan yang besar. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan kepada kaum muslimin tentang perkara ini agar mereka menyiapkan persiapan perang. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan kepada manusia maksud beliau. Kaum muslimin yang mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sangat banyak sehingga tidak seorangpun yang sanggup mencatatnya.
Maka orang-orang yang absen darinya sangatlah sedikit. Mereka yang absen menyangka bahwa keadaan mereka yang sebenarnya tidak akan diketahui oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selama tidak turun wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala yang menerangkan hal tersebut.” Kata Ka’ab.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan perang tersebut ketika musim kurma telah siap panen di mana ketika itu saya cenderung kepadanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersama kaum muslimin telah bersiap-siap sedangkan saya merencanakan besok saja. Saya pulang dan masih belum menyiapkan persiapan perang sama sekali. “Saya mampu untuk berperang kapanpun saya berkehendak”, kataku di dalam hati.
Akan tetapi keadaan seperti itu terus berlarut hingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin berangkat. Adapun saya, masih tetap belum menyiapkan sesuatu pun. Saya kembali pulang dan belum juga bersiap-siap. Keadaan tersebut terus berlarut sampai saya benar-benar tertinggal dari pasukan. Saya lalu bertekad untuk berangkat dan menyusul. (Coba kalau dulu saya melakukannya?!). Hingga akhirnya saya tetap tidak bisa mengikuti peperangan itu.
2. Rasulullah Mencari Ka’ab Bin Malik
Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat saya sangat bersedih sekali di mana ketika itu saya keluar, saya tidak mendapatkan seorangpun dari kaum muslimin, kecuali beberapa orang yang terkenal dengan tuduhan kemunafikan atau orang-orang lemah yang diberi maaf oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk tidak ikut berperang.
Ketika itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sama sekali tidak menyebut-nyebut nama saya sehingga beliau sampai di tabuk. Sesampainya beliau di tabuk ketika sedang duduk-duduk bersama kaum muslimin, baru Beliau bertanya:“Apa yang diperbuat Ka’ab bin Malik?”.
“Yaa Rasulullah, dia terhalang oleh kain mantelnya dan hanya melihat-lihat mantel itu”, kata seorang dari Bani Salamah.
“Jelek benar apa yang kamu katakan, demi Allah wahai Rasulullah, kami tidak mengenal dirinya kecuali kebaikan,” balas Mu’adz bin Jabal kepada orang tersebut.
Rasulullah terdiam, dalam keadaan seperti itu tiba-tiba beliau melihat seorang laki-laki yang tidak begitu jelas karena terpengaruh adanya fatamorgana.
“Itu adalah Abu Khaitsamah.” Kata Rasulullah.
Ternyata benar, dia Abu Khaitsamah Al Anshory yang pernah bershodaqoh dengan satu sho’ kurma (kurang lebih 2,5 kg) di mana ketika itu orang-orang munafik mencelanya.
3. Rasulullah Kembali Dari Perang Tabuk
Ka’ab bin Malik kemudian melanjutkan ceritanya.
Ketika sampai kabar pada saya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah pulang dari tabuk maka datanglah kesedihanku dan hampir saja saya hendak berdusta kepada beliau untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada diri saya agar terlepas dari kemarahan beliau. Saya pun sudah berusaha untuk meminta pendapat seluruh keluarga saya dalam mencari alasan. Setelah ada berita bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam benar-benar telah datang, hilanglah segala keinginanku untuk berdusta karena saya yakin bahwasanya saya tidak akan selamat selama-lamanya. Maka saya bertekad untuk berkata dengan sejujurnya.
Keesokan harinya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam datang. Sudah menjadi kebiasaan beliau bila datang dari safar selalu shalat dua rakaat di masjid kemudian duduk berbincang-bincang dengan para sahabat. Pada saat itu datanglah orang-orang yang tidak ikut berperang untuk mengajukan alasan-alasan mereka disertai dengan sumpah kepada beliau yang jumlahnya sekitar 80 orang lebih. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menerima alasan mereka sesuai dengan apa yang mereka nampakkan. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membai’at dan memintakan ampun untuk mereka serta menyerahkan apa yang ada di batin mereka kepada Allah Subhanahu wata’ala.
4. Kejujuran Ka’ab Bin Malik
Ketika saya menghadap dan mengucapkan salam kepada beliau, beliau tersenyum sinis kepada saya dan bersabda:“Kemari!!”
Saya pun datang mendekat dan duduk di hadapan beliau.
“Apa yang menyebabkan kamu tidak ikut perang ini, bukankah kamu telah menyiapkan kendaraan?”, tanya beliau.
“Yaa Rasulullah, demi Allah seandainya saya duduk di hadapan penduduk bumi ini selain engkau pasti saya akan beralasan agar selamat dari kemarahannya karena saya orang yang pandai berdebat. Tetapi demi Allah, seandainya saya berdusta pada hari ini sehingga engkau ridha, pasti Allah Subhanahu wata’ala akan membuat engkau marah kepada saya. Namun seandainya saya jujur niscaya engkau akan marah pada saya, tetapi saya tetap mengharapkan Allah Subhanahu wata’ala untuk memberikan akibat yang baik. Demi Allah, saya tidak mempunyai udzur. Demi Allah tidaklah sebelumnya saya lebih kuat dan mampu dari pada ketika saya tidak ikut berperang bersama engkau”, jujur Ka’ab.
“Adapun yang ini telah berkata jujur, pergilah sampai Allah yang memutuskan tentang dirimu”, kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka akupun pergi. Sewaktu saya pergi, beberapa orang Bani Salamah mengikuti saya. Mereka berkata:“Demi Allah, kami belum pernah mengetahui kami berbuat kesalahan sebelumnya, kenapa kamu tidak minta maaf saja kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana orang-orang yang tidak ikut berperang?! Sesungguhnya permintaan ampun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Allah untuk kamu akan menghapuskan dosamu?!”.
Ka’ab bin Malik berkata:“Demi Allah mereka selalu mencela sikapku sehingga bermaksud untuk kembali kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan akan mendustakan diriku sendiri”.
“Apakah ada seorang yang menerima keputusan seperti saya ini?” tanyaku kepada orang-orang Bani Salamah tersebut.
“Ya, ada dua orang yang mengatakan seperti apa yang kamu katakan dan keduanya itu mendapatkan keputusan seperti keputusan yang diberikan kepadamu”. Jawab mereka.
“Siapakah kedua orang itu?”, tegasnya.
“Murarah bin Rabiah Al ‘Amiry dan Hilal bin Umayah Al Waqify”.
Ka’ab bin Malik berkata:”Setelah mereka menyebutkan kepada saya dua orang yang shalih ini di mana keduanya juga ikut perang Badr dan mempunyai keutamaan maka ketika itu saya merasa agak tenang”.
Kisahnya Berlanjut: Kisah Taubat Ka’ab bin Malik (sesi 2)
Wallahu A’lam Bish Showaab
Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)
@Jumat, 18 Dzulqaidah 1438 H
Fanspage : Harman Tajang
Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/
Website : http://harmantajang.id
Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar
Telegram : https://telegram.me/infokommim
Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/
ID LINE : http://line.me/ti/p/%40nga7079p