Kitabul Jami’, Hadist Ke 3 Al-Birr (Kebaikan)

0
530

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَعَنِ النَّوَّاسِ ابْنِ سَمْعَانَ رضي اللّه عنه قَالَ سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللّهِ صلّى اللّه عليه وسلّم عَنِ الْبِرِّ وَ اْلأِثْمِ فَقَالَ اَلْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَ اْلأِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاس

Dari sahabat Nawwas bin Sam’an  beliau berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah  tentang makna Al-Birr (yaitu kebajikan) dan itsm (yaitu dosa) -Apa itu kebajikan? Dan apa itu dosa?- Maka Rasulullah  berkata:”Al-birr (kebajikan) adalah akhlak yang mulia. Adapun dosa yaitu apa yang engkau gelisahkan di hatimu dan engkau tidak suka kalau ada orang yang mengetahuinya”. (HR. Imam Muslim).

Faedah: Jangan pernah bakhil untuk bersholawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sebanyak apapun nama beliau disebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْبَخِيلُ الَّذِى مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ

Orang yang disebut pelit adalah orang yang ketika disebut namaku di sisinya lalu ia tidak bershalawat untukku”. (HR. Tirmidzi no. 3546. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Jadi setiap nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam disebut ucapkan: Allahumma Sholli ‘ala Muhammad atau Shallallahu ‘alaihi, seorang hamba yang bersholawat kepada Rasulullah maka manfaatnya kembali kepada orang yang mengucapkannya, Rasulullah Shallallah ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali”. (HR. Muslim, no. 408). Ketika salah seorang sahabat menyampaikan kepada Nabi bahwa banyak waktunya yang ia gunakan untuk bersholawat kepada beliau, Nabi berkata:”Jika demikian kesulitanmu dan kegelisahanmu akan diangkat dan segala permasalahanmu akan terselesaikan dan engkau akan mendapatkan rezeki dari jalan yang tidak engkau sangka – sangka”, Jadi diantara salah satu pembuka – pembuka rezeki adalah dengan banyak bersholawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Salah satu keistimewaan yang Allah berikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah beliau diberi yang disebut dengan:”Al Jawami’ul kalim”, yang tidak diberikan kepada Nabi – Nabi yang lain, Rasulullah sendiri yang berkata:”Saya diberi Al Jawami’ul Kalim”, yang dimaksud dengan Al Jawami’ul Kalim adalah perkataan yang singkat, ringkas tapi padat dan memiliki makna yang luas bahkan para ulama ketika membahas hadist beliau membahas satu jilid.

Rasulullah berkata:”Al-birr (kebajikan) adalah akhlak yang mulia”

Allah Subhanahu wata’ala sebutkan didalam Al-Qur’an yang dimaksud kebaikan adalah semua ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala baik yang sifatnya dzahir maupun yang sifatnya bathin, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wata’ala:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa“. (QS. Al-Baqarah : 177). 

Dalam ayat ini Allah menyebutkan banyak kebaikan dari semua ketaatan baik yang dzahir maupun yang batin seperti beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala, beriman kepada malaikat – malaikat Allah, beriman kepada Rasul Allah, beriman kepada kitab – kitab Allah kemudian beriman kepada hari akhirat, semua ini adalah amalan – amalan batin, kemudian mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, memberi infaq kepada kerabat – kerabat, anak – anak yatim dan orang miskin dan ibnu sabil (yang melakukan perjalanan yang terputus talinya maksudnya kehabisan bekal walaupun dia adalah orang kaya, misalkan ada orang kaya dari Jakarta datang berziarah ke kota Makassar tiba – tiba semua yang ia miliki dicopet seperti handphone, dompet atau semua perbekalannya sehingga ia tidak memiliki apa-apa, walaupun dia kaya dikampungnya tetapi dia miskin di Makassar maka ini berhak mendapatkan bantuan bahkan ulama kita mengatakan:”Jika ia hendak kembali ke kampung halamannya belikan tiket“. Syaikh Al Utsaimin Rahimahullah mengatakan:”Jika orang ini terpandang di kampungnya belikan tiket bisnis jika perlu, untuk menjaga muruah, serta wibawahnya“. Begitupula bersabar pada setiap kondisi dan keadaan, semua ini adalah bentuk ketaatan kebaikan kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Dalam hadist diatas Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam menyimpulkan kebaikan itu adalah husnul khuluk. Akhlak yang baik adalah cerminan dari Al-Qur’an, sebagaiman ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha ketika ditanya bagaimanakah akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau kemudian berkata:”Bahwasanya akhlak Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Al-Qur’an“. Bahkan Allah Subhanahu wata’ala memuji Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam didalam Al-Qur’an:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Qalam : 4).

Berkata Imam Ibnu Daqiq Al ‘Ied Rahimahullah:”Al Birru atau Husnul Khuluk adalah akhlak yang baik dan yang dimaksud dengan Husnul Khuluk adalah:

  1. Ketika dia bermuamalah ia bersikap Inshof, dia tidak berlebih – lebihan, misalkan ketika ia menjual ia berpeluang untuk mengambil keuntungan yang berlipat ganda tetapi ada yang disebut dengan adab dalam bermuamalah maka ia tidak berlebih – lebihan dalam mengambil keuntungan, begitupula misalnya ia memberikan pinjaman kepada orang lain, ketika ia menagihnya ia menagih dengan cara yang baik sebagaimana perintah Allah Subhanahu wata’ala didalam Al-Qur’an,  orang yang memiliki hutang kepadanya diberikan tangguh dan keringanan sampai ia mampu membayarnya dan itu bernilai sedekah setiap hari.

Pada hari kiamat ada yang ditanya oleh Allah:”Wahai hambaku adakah kebaikan yang engkau kerjakan dahulu didunia”, ia kemudian berkata:”Tidak ada Ya Allah”, tidak ada amalan yang bisa ia andalkan, tentu dia adalah hamba yang mengakui keimanannya kepada Allah Subhanahu wata’ala dan Rasulnya, akhirnya ia berkata:”Tetapi Ya Allah, dulu didunia terkadang saya memberikan pinjaman kepada banyak orang dan ketika sudah jatuh tempo saya berkata kepada para pegawaiku:”Ambillah dari yang sudah mampu membayar hutangnya dan tinggalkan yang belum mampu membayar utangnya semoga Allah Subhanahu wata’ala mengampunkan dosa – dosa kita“, Allah Subhanahu wata’ala berkata kepadanya:”Kami lebih berhak mengampunkan dosamu masuklah engkau ke dalam surga“, ini keutamaan bagi yang memberi tangguh kepada orang yang berhutang.  adapun orang yang mampu membayar hutang dan menuda membayar hutang, Rasulullah bersabda:

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

 “Penundaan pembayaran oleh pengutang yang mampu adalah kezaliman”. (Muttafaq ‘alaih). Hendaknya setiap yang memiliki hutang tahu diri, jangan kemudian orang yang memberikan hutang itu justru merasa tidak enak kepada orang yang berhutang kepadanya atau merasa berat, bahkan orang yang berhutang harus proaktif ketika tidak mampu membayar sampaikan kepadanya dengan berkata:”Wahai saudaraku saya belum mampu membayar hutangku berikan aku tangguh“, jangan sampai yang memberi pinjaman mengira orang ini pura – pura lupa atau ia menunggu agar si pemberi pinjaman lupa.

Siapa yang memberi hutang dalam jangka waktu tertentu, misalkan satu bulan maka selama satu bulan ia dinilai bersedekah setiap harinya dan ketika jatuh tempo dia berkata:”Akhi sudah tiba waktunya, tolong bayar hutang kamu”, akan tetapi dia menjawab:”Akhi saya belum ada kemudahan”, akhirnya ia berkata:”Baik, saya beri antum waktu selama 10 hari lagi”, maka dalam 10 hari itu dia sedekah setiap hari seakan – akan sedekah 2 kali, hal ini disebutkan dalam hadist Rasulullah:

من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة

Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan,  dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya”. (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath Thobroniy, Al Hakim, Al Baihaqi. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 86 mengatakan bahwa hadits ini shohih).

  1. Berlemah lembut dalam berdiskusi, ada yang ketika sedang berdiskusi bukan untuk mencari kebenaran tetapi untuk mencari pembenaran atau yang dikenal dengan debat kusir, ini yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

Saya memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meningalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Saya memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meningalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaqnya”(HR. Abu Dawud, no. 4800; dishahihkan an-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin, no. 630 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam ash-Shahihah, no. 273).

Ada orang yang berdebat bukan untuk mencari kebenaran tetapi untuk dianggap sebagai orang yang pandai bersilat lidah dan mengusai dalil dll, ini bisa masuk dalam ciri orang – orang munafik sebagaimana kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau sebutkan ciri – ciri orang munafik beliau kemudian menambah ciri kemunafikan yaitu berdebat berlebih – lebihan.

  1. Berbuat adil dalam memutuskan sesuatu atau sering memberi dan berbuat baik kepada orang lain, sebagaimana sifat orang – orang yang beriman yang Allah sifat dalam banyak ayat didalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam surah Al-Anfal:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal”. (QS. Al-Anfal: 2).

Begitupula firman Allah Subhanahu wata’ala dalam surah yang lain:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya”. (QS. Al Mukmin : 1-2). Ia berpaling dari hal – hal yang tidak bermanfaat dan senantiasa mengeluarkan zakat, yang menjaga kehormatan dan kemaluannya, yang senantiasa menjaga amanah dengan baik, yang menjaga sholatnya dengan baik.

Dalam surah yang lain Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Yang berjalan penuh dengan ke tawadhuan tidak menyombongkan diri, ketika ada orang – orang jahil yang mencari masalah dan gara – gara dengan dia, dia tidak melayaninya qalu salama“. (QS. Al-Furqan : 63).

Ini qaidah dalam kehidupan tidak semua perlakuan orang harus kita membalasnya apalagi dengan perlakuan yang sama, jika ada orang bodoh atau orang jahil yang berbicara jangan dijawab dan lebih baik dari jawaban itu adalah diam, jangan seperti sebagian orang yang senantiasa berkomentar dan berbicara, kadang tangan kita gatal jika tidak menuliskan sesuatu, baik lewat status walaupun kolom komentar, semuanya kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Subhanahu wata’ala.

Wallahu a’lam Bish Showaab 


Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Senin, 21 Dzulhijjah 1439 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : http://harmantajang.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

ID LINE :  http://line.me/ti/p/%40nga7079p

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here