Larangan Mencaci Maki Orang Tua

0
768

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dari sahabat yang mulia ‘Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash Radiyallahu’anhuma bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda:“Termasuk dosa besar ialah seseorang mencaci orangtuanya”, Salah seorang sahabat bertanya:”Apakah ada seorang mencaci orangtuanya sendiri?”, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:”Ya ada, ketika seseorang mencaci ayah orang lain, kemudian orang tersebut mencaci ayahnya, dan ia mencaci ibu orang tersebut, lalu orang tersebut mencaci ibunya”. (Muttafaqun ‘alaih).

Al Kabair jamak dari Kabira, Kabira artinya dosa besar, Al Kabair dosa – dosa besar adapun Shogira adalah dosa kecil jamaknya As Shagair

Dosa – dosa besar membutuhkan taubat secara khusus adapun dosa kecil itu bisa berguguran dengan sendirinya dengan amalan – amalan sholeh yang kita kerjakan seperti sholat 5 waktu bisa menjadi penghapus dosa diantara keduanya, adapun dosa besar membutuhkan taubat secara khusus dan diantara ciri – ciri dosa besar adalah:

  • Didalamnya ada laknat

Jika didalamnya disebutkan laknat maka itu adalah dosa besar sebagaimana dalam hadist Dari Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ

Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut, perempuan yang meminta disambungkan rambutnya, begitu pula perempuan yang membuat tato dan yang meminta dibuatkan tato”. (HR. Bukhari no. 5933, 5937 dan Muslim no. 2124).

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata:

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ. قَالَ فَبَلَغَ ذَلِكَ امْرَأَةً مِنْ بَنِى أَسَدٍ يُقَالُ لَهَا أُمُّ يَعْقُوبَ وَكَانَتْ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ فَأَتَتْهُ فَقَالَتْ مَا حَدِيثٌ بَلَغَنِى عَنْكَ أَنَّكَ لَعَنْتَ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَمَا لِىَ لاَ أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ فِى كِتَابِ اللَّهِ فَقَالَتِ الْمَرْأَةُ لَقَدْ قَرَأْتُ مَا بَيْنَ لَوْحَىِ الْمُصْحَفِ فَمَا وَجَدْتُهُ. فَقَالَ لَئِنْ كُنْتِ قَرَأْتِيهِ لَقَدْ وَجَدْتِيهِ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ (وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا)

“Allah melaknat perempuan yang menato dan yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu di wajahnya dan yang meminta dihilangkan bulu di wajahnya, yang merenggangkan giginya supaya terlihat cantik, juga perempuan yang mengubah ciptaan Allah”.

Jadi membuat tato adalah dosa besar dan seterusnya

  • Ada hukuman secara khusus

Seperti orang yang mencuri hukumannya potong tangan, menuduh wanita baik – baik melakukan perbuatan zina, membunuh, perbuatan ini ada hukumannya didunia, jadi semua dosa yang ada hukumannya di dunia seperti, hudud, qisas, rajam maka itu menunjukkan bahwasanya ia adalah dosa besar.

  • Diancam hukuman atau azab pada hari kiamat

Seperti orang yang mengejek, membunuh, mencela dan melaknat, dalam riwayat dijelaskan dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ

Allah melaknat siapa saja yang melakukan sembelihan (tumbal) pada selain Allah (menyebut nama selain Allah, pen.). Allah melaknat orang yang melindungi pelaku maksiat (dan bid’ah). Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya. Allah melaknat orang yang merubah batas tanah”. (HR. Muslim, no. 1978) dalam riwayat yang lain: Dari Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, (beliau berkata bahwa) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ

Sesungguhnya di antara dosa besar adalah seseorang mencela kedua orang tuanya.” Lalu ada yang berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ

“Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang bisa mencela kedua orang tuanya”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ ، فَيَسُبُّ أَبَاهُ ، وَيَسُبُّ أَمَّهُ

Seseorang mencela ayah orang lain, lalu orang lain tersebut mencela ayahnya. Dan seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain tersebut mencela ibunya”. (HR. Bukhari, no. 5973).

Sama dengan dalam hukum qisas ketika seorang bapak membunuh anaknya maka ia tidak di qisas mengapa karena tidak masuk akal ada seorang bapak membunuh anaknya walaupun terkadang itu terjadi namun jarang, Jadi kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, termasuk dosa besar adalah mengejek kedua orang tua karena ketika kita mengejek bapak orang lain sehingga orang ini tersinggung dan ia balas mengejek bapak kita maka ini menjadi dosa besar dan hal ini terdapat dalam firman Allah Subhanahu wata’ala dalam surah Al An’am, pertanyaan apakah boleh mengejek tuhan – tuhan yang disembah oleh orang – orang musrik.? jawab: berdasarkan hukum normatif diperbolehkan, bahkan Allah sendiri menyebutkan didalam Al-Qur’an:

إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ

“Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya”. (QS. Al-Anbiya : 98).

Tetapi mengapa dalam surah Al-An’am Allah mengatakan:

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”. (QS. Al-An’am : 108).

Inilah yang dijadikan dalil oleh para ulama sebagai salah satu qaidah yang dikenal dengan “Segala sesuatu yang dapat menjerumuskan dalam keharaman diharamkan oleh agama kita“, dan ini salah satu diantara illah mengapa di dalam islam dilarang yang disebut dengan At Tamsil yaitu patung – patung karena bisa menjadi wasilah terjatuhnya seseorang dalam kesyirikan, pernah salah seorang profesinya sebagai tukang gambar datang kepada Ibnu Abbas untuk bertanya tentang profesinya tersebut, Ibnu Abbas berkata:”Tidak boleh”, dan orang ini terus memaksa, Ibnu Abbas berkata:”Jika engkau memang tidak bisa meninggalkan profesimu, gambarlah makhluk – makhluk yang tidak bernyawa seperti pemandangan, gunung, pepohonan“, tetapi gambar yang menyerupai patung dilarang didalam agama kita karena ini dapat menjerumuskan dalam kesyirikan, mungkin pada saat itu kita tidak terjerumus dalam kesyirikan namun syaithan terlalu pandai menjerumuskan dalam kesyirikan. Awal pertama kali terjadinya kesyirikan dipermukaan bumi ini karena patung atau gambar, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah yang terdapat dalam Surah Nuh, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

قَالَ نُوحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا . وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا. وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Nuh berkata:”Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, (21) dan melakukan tipu-daya yang amat besar”. (22) Dan mereka berkata:”Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)wadd, dan jangan pula suwwa’yaghutsya’uq dan nasr”. (QS. Nuh: 21 – 23).

5 orang yang disebutkan dalam firman Allah diatas adalah orang sholeh yang meninggal dizaman Nabi Nuh, ketika mereka meninggal pengikutnya bersedih sehingga mereka berkata:”Bagaimana jika kita buatkan patung – patung untuk guru – guru kita ini, agar ketika kita melihat patungnya kita termotivasi untuk beribadah karena mereka orang sholeh”, dibuatlah patung itu, namun seiring dengan waktu yang berjalan, meninggal generasi awal kemudian datang generasi berikutnya, maka datanglah syaithan menjerumuskan mereka dengan berkata:”Ini patung – patung yang dikeramatkan dan disembah oleh nenek moyang kalian”, maka terjatulah generasi yang belakangan dalam kesyirikan.

Jadi segala sesuatu yang menjerumuskan kepada kesyirikan atau keharaman diharamkan didalam agama kita, sampai dalam mengingkari sebuah kemungkaran, hukum mengingkari kemungkaran adalah wajib, tetapi jika kita mengingkari sebuah kemungkaran namun bisa menimbulkan kemungkaran yang lebih besar maka ditahan lebih dulu sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:

“Barangsiapa yang melihat kemungkaran yang dengannya pengingkarannya akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar, maka pengingkaran itu juga bagian dari kemungkaran yang harus di ingkari”, misalnya ada orang yang mabuk dipinggir jalan, maka ini kemungkaran apalagi jika mereka banyak dan jika kita mengingkari kemungkaran tersebut kita yang akan celaka atau bahkan meninggal atau babak belur, pada saat itu tinggalkan nanti ketika mereka sadar barulah diingkari dengan memberikan nasehat yang santun, dalam mengingkari kemungkaran ada beberapa cara, bisa dengan tangan, bisa dengan lisan dan bisa dengan hati (mendoakannya agar diberi petunjuk dan hidayah), olehnya ingkarilah kemungkaran sesuai dengan yang kita mampu tanpa berlebihan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau menaklukkan kota Makkah pada tanggal 8 hijriyyah, perlu diketahui bahwa kota Makkah yang kita lihat sekarang itu bukan bentuk aslinya, itu berubah ketika Ka’bah terkena banjir bandang dizaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian diperbaiki kembali namun mungkin karena kekurangan dana pada waktu itu sehingga bangunannya tidak seperti awalnya dibangun oleh Ibrahim bersama dengan putranya Ismail, disana ada hijr Ismail dan hijr Ismail bagian dari ka’bah, dalu Ka’bah memiliki 2 pintu, adapun sekarang tinggal 1 pintu, dulu pintu Ka’bah menempel dengan tanah, sekarang diangkat keatas.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sebenarnya berkeinginan membangun kembali Ka’bah  diatas qawaid Ibrahim tetapi beliau tidak melakukannya karena dihalangi oleh qaidah diatas dan beliau sampakan hal tersebut kepada istrinya ‘Aisyah, Rasulullah berkata:”Wahai ‘Aisyah andaikan kaummu itu bukan orang – orang yang baru masuk islam yang islamnya sudah kuat saya akan membangun kembali ka’bah, saya akan membangun diatas pondasi Ibrahim dan saya akan membuatkan untuknya 2 pintu. Alasan mengapa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukannya karena beliau khawatir jangan sampai menimbulkan fitnah yang lebih besar, nanti mereka terbawa hamiyah, qabliyah sehingga mereka kemudian merasa tersinggung apalagi mereka baru – baru masuk islam, olehnya Rasulullah membiarkannya seperti itu sampai penguasa dizamannya Imam Malik mengusulkan kepada beliau untuk melakukan itu, jadi penguasa yang langsung bertanya kepada Imam Malik, Imam Malik berkata:”Biarkan saja seperti itu, saya khawatir jangan sampai Ka’bah kelak menjadi permainan para penguasajika berganti penguasa selanjutnnya dirombak lagi dan seterusnya”, jadi Imam Malik khawatir jangan sampai setiap berganti penguasa mereka kemudian bebas merenovasi atau merombak ka’bah, inilah yang disebut dengan segala sesuatu yang bisa menjurus kepada keharaman maka hal itu dilarang.

Pertanyaan apa hukum bergadang di malam hari.?, jawab:”Hukumnya mubah namun jika bergadangnya menjadikan kita lalai dari sholat subuh, maka bergadang itu bisa menjadi haram“, olehnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak suka tidur sebelum isya dan tidak suka banyak ngobrol setelah isya kecuali jika ada kepentingan seperti ketika ada tamu atau suami dengan istri atau orang tua bersama dengan anak – anaknya, tetapi itu juga harus di lihat baik – baik karena itu bisa melalaikan kita dari kewajiban beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Wallahu a’lam Bish Showaab 


Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here