Syarah Hadist Kisah Ashabul Ukhdud (Sesi 2)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Tukang sihir  berkata kepada rajanya:“Sesungguhnya saya sekarang sudah lanjut usia. Oleh karena itu, perkenankanlah saya meminta kepada tuan untuk mengirimkan seorang pemuda dan saya akan mengajarinya ilmu sihir”.

Seorang pemuda yang dimaksud adalah seorang pemuda yang belum baligh, ada yang berkata:”Berumur 10 tahun“.

Lihatlah bagaimana para ahlul bathil ingin agar seseorang mewarisi kebathilannya, jangan mengira bahwa apa yang dilancarkan oleh musuh –musuh islam baru direncanakan akan tetapi telah direncanakan sejak dahulu bahkan berpuluh – puluh tahun hingga beratus tahun oleh pendahulu – pendahulu mereka, padahal mereka sadar bahwa umurnya tidak sampai pada zaman yang akan datang, namun mereka telah membuat perencanaan sehingga apa yang mereka lakukan dan perbuat akan menjadi dosa jariyah bagi mereka.

Ketika mereka telah berada dialam kubur maka rencana mereka diteruskan oleh orang – orang yang mereka telah ajarkan ketika masih hidup untuk melakukan kerusakan dipermukaan bumi sehingga dosanya akan terus mengalir kepada mereka walaupun mereka telah meninggal dan berada dialam kubur.

Oleh karenanya berhati – hatilah meninggalkan sesuatu yang buruk apalagi jika diikuti oleh orang lain, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۙ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu“. (QS. An-Nahl : 25).

Disebutkan pula dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْء

“Siapa yang mempelopori satu kebiasaan yang buruk dalam islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka”. (HR. Muslim 2398).

Jika tidak mampu meningalkan amalan jariyah maka janganlah meninggalkan dosa jariyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا

“Tidak ada satu jiwa yang terbunuh secara dzalim, melainkan anak adam yang pertama kali membunuh akan mendapatkan dosa karena pertumpahan darah itu”.(HR. Bukhari 3157, Muslim 4473 dan yang lainnya).

Anak Adam yang pertamalah yang mencontohkan bagaimana cara membunuh dialah Qabil yang membunuh Habil, setelah Habil terbunuh, Qabil bingung dengan jazad Habil karena pada waktu itu belum dia mengetahui bagaimana jenazah dikuburkan, akhirnya Allah Subhanahu wata’ala memperlihatkan kepadanya 2 ekor burung gagak dimana yang satu membunuh yang lainnya kemudian ia menggali tanah untuk menguburkan yang terbunuh, sehingga Qabil melakukan seperti yang dilakukan oleh burung gagak tersebut.

Begitu juga dengan Amr ibn Luhai Al-Khuzai yang pertama kali membawa berhala dijazirah arab, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya dalam mimpi sedang menyeret ususnya yang terurai didalam neraka, karena ia pertama kali mencontohkan kesyirikan kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Oleh karenanya jika kita tidak mampu meninggalkan amal jariyah maka berhati-hatilah dalam meninggalkan dosa jariyah.

Tukang sihir sang raja menyadari bahwa penerus yang terbaik adalah pemuda sebab belajar diwaktu usia muda seperti mengukir diatas batu, olehnya untuk para pemuda yang belum memiliki amanah, tanggang jawab, kesibukan, gunakanlah waktu muda untuk fokus menunut ilmu sebelum Allah Subhanahu wata’ala mengambil kesempatan tersebut.

Bisyr Al Hafi pernah berkata:”Ilmu itu pergi diantara 2 paha wanita, ketika ia telah menikah maka ia telah disibukan dengan istrinya, anak- anaknya sehingga fokusnya mulai terbagi”, oleh karenanya gunakan waktu muda dengan sebaik-baiknya, bukan berarti yang telah menikah berputus asa dari menuntut ilmu karena betapa banyak para ulama yang baru sadar setelah mereka berusia lanjut kemudian bersungguh sungguh menuntut ilmu sehingga mampu mengejar ketertinggalan mereka bahkan diantara mereka ada yang menjadi ‘Aimmah dari kalangan ulama,  begitupula para sahabat banyak diantara mereka baru masuk islam ketika telah berusia lanjut karena semangatnya dalam menuntut ilmu mereka diberi taufik oleh Allah Subhanahu wata’ala.

Imam Mawardi Rahimahullah pernah mengatakan:”Sesungguhnya ingatan seseorang itu tidak berkurang tetapi yang berkurang adalah kekuatannya, kemudian yang bertambah adalah amanahnya kemudian fokusnya yang mulai terbagi itu yang menjadikan ia tidak mampu ketika ia masih muda, namun andaikan ia berusaha meminta tolong dan berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala maka Allah akan memberikan kepadanya taufik”.

Raja itupun mengirimkan seorang pemuda untuk belajar ilmu sihir. Akan tetapi di tengah perjalanan ke tempat tukang sihir, ia bertemu dengan seorang pendeta (Pada masa itu, yang dimaksud dengan kata Ar-rahib atau pendeta, adalah pendeta yang masih kuat memegang ajaran Tauhid dan menyembah Allah Subhanhu wata’ala), kemudian pemuda itu berhenti untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh pendeta itu

Rahib adalah (ulama dari kaum nasrani) adapun yahudi disebut dengan Hibr jamak dari Ahbar, Rahib, Ruhban. Rahib adalah ahlul ibadah dari kalangan nasrani yang mengkhususkan diri untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala, sebagian ulama menyebutkan bahwa kisah ini terjadi setelah zaman Nabi Isa ‘Alaihissalam, ulama mengatakan yang dimaksudkan rahib dalam hadist yang telah kita sebutkan diatas adalah salah seorang ahli ilmu yang berilmu dizaman itu namun kebanyakan penggunaan kata Rahib untuk orang – orang yang ‘alim atau sholeh sehingga disebut Rahib

Didalam islam tidak ada kehidupan yang disebut dengan Rabbaniah, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

Dan kehidupan orang –orang rabbaniah yang mereka buat – buat”, Rabbaniah yaitu seseornag yang memfokuskan diri untuk beribadah kepada Allah dan meninggalkan dunia, mereka tidak menikah dan tidak memakan makanan tertentu yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu wata’ala sebagaimana sampai sekarang kita bisa menyaksikan mereka tinggal di gereja – gereja.

Mereka tidak menikah karena menganggap bahwa yang menikah adalah orang – orang lemah dan mereka menganggap diri mereka sebagai orang – orang pilihan.

Pemuda ini dipersipakan untuk menjadi pewaris dari tukang sihir yang ketika ia telah mewarisinya maka ia akan menjadi pendamping sang raja, sebagaimana tukang sihir dizaman Nabi Musa, tukang sihir berkata kepada Fir’aun:”Apa yang engkau berikan balasan kepada kami jika kami mengalahkan Musa”, Fir’aun berkata:”Kalian akan menjadi orang – orang yang dekat dengan saya”.

Oleh karena itu, ia terlambat datang ke tempat tukang sihir. Ketika pemuda itu sampai ke tempat tukang sihir, maka pemuda itu dipukul. Kemudian ia mengadukan kepada pendeta, dan si pendeta itu berkata :“Apabila kamu takut terhadap tukang sihir itu, maka katakanlah bahwa keluargamu menahanmu, dan apabila kamu takut terhadap keluargamu maka katakanlah bahwa tukang sihir itu menahanmu”. 

Allah Subhanahu wata’ala menginginkan hidayah bagi pemuda tersebut, ketika ia duduk bersama dengan sang Rahib ia mendengarkan nasehat dari sang Rahib berupa wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi Isa, pemuda ini lalu takjub dan tersentuh dari nasehat sang Rahib. Setiap kali ia berangkat ke tempat tukang sihir ia singgah terlebih dahulu ditempat tinggal sang rahib untuk mendengar nasehat wahyu, sehingga kejadian ini membuat ia terlambat sampai ke tempat tukang sihir dan ketika sampai di tukang sihir ia dipukul karena terlambat.

Setelah dari tukang sihir pemuda ini kembali singgah di tempat tinggal sang rahib, akhirnya ia menceritakan apa yang dialami ketika sampai ditempat tukang sihir, sang rahib memberi nasehat dengan berkata:”Apabila kamu takut terhadap tukang sihir itu, maka katakanlah bahwa keluargamu menahanmu, dan apabila kamu takut terhadap keluargamu maka katakanlah bahwa tukang sihir itu menahanmu”.

Jadi pemuda ini ketika berangkat ke tempat tukang sihir maka ia singgih terlebih dahulu ke tempat tinggal sang rahib mendengarkan nasehat wahyu sehingga membuat ia terlambat sampai kepada tukang sihir dan setelah kembali dari tukang sihir ia singgah lagi ke tempat tinggal sang rahib menceritakan apa yang ia alami ditempat tukang sihir sehingga ia terlambat kembali ke rumahnya yang membuat orang tuanya marah dan memukulnya.

Dalam ucapan nasehat sang rahib yang ia sampaikan kepada pemuda ia tidak menyebutkan tentang perihal dirinya bahwa pemuda itu belajar kepadanya hal ini ia lakukan karena ia menyembunyikan keimanannya, dia tidak ingin ada orang yang mengetahui keimanannya karena jika ketahuan maka beliau langsung ditangkap dan bahkan dibunuh.

Suatu hari ketika dalam perjalanan, dijumpai di tengah jalan seekor binatang yang sangat besar, sehingga orang-orang tidak berani meneruskan perjalanan. Pada saat itulah si pemuda berkata :“Nah, hari ini aku akan mengetahui tukang sihirkah yang lebih utama ataukah pendeta ?”, Pemuda itu mengambil batu seraya berkata :“Ya Allah, apabila ajaran pendeta itu lebih Engkau sukai maka matikanlah binatang yang sangat besar itu agar orangpun dapat meneruskan perjalanannya”. Kemudian ia lemparkan batu itu, dan matilah binatang itu, sehingga orang-orangpun dapat melanjutkan perjalanannya. Ia lalu mendatangi pendeta itu dan menceritakan apa yang baru saja terjadi.

Pemuda ini berada dalam kebimbangan antara mengikuti tukang sihir dan fokus belajar dengan rahib, karena belajar dari keduanya tentu berbeda apa yang mereka ajarkan dimana yang satu wahyu dari syaithan dan yang satu wahyu dari Allah, yang satu mengajarkan kebenaran dan yang satu mengajarkan keburakan dan kebathilan dan pemuda ini sedang mencari kebenaran pada waktu itu,  kemudian ia pun berkata:”Nah, hari ini aku akan mengetahui tukang sihirkah yang lebih utama ataukah pendeta ?”. Ia kemudian mengambil sebuah batu dan berkata:”Ya Allah, apabila ajaran pendeta itu lebih Engkau sukai maka matikanlah binatang yang sangat besar itu agar orangpun dapat meneruskan perjalanannya”.

Kemudian ia lemparkan batu itu, dan matilah binatang itu, sehingga orang-orangpun dapat melanjutkan perjalanannya. Ia lalu mendatangi pendeta itu dan menceritakan apa yang baru saja terjadi.

Pendeta itu berkata :“Wahai anakku, kamu sekarang lebih utama dari saya karena kamu telah menguasai segala yang aku ketahui, dan ketahuilah, kamu nanti akan mendapat ujian ; tetapi ingatlah, apabila kamu diuji, janganlah kamu menyebut- nyebut namaku”.

Pemuda ini mendapatkan karomah dari Allah Subhanahu wata’ala yang membuat sang rahib berkata seperti diatas.

Beda antara karomah, sihir dan istidraj, karomah tidak dipelajari adapun sihir dipelajari, dan karomah diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada wali-walinya  agar karomah tersebut menolongnya tanpa ia pelajari. Namun perlu diingat bukanlah syarat untuk menjadi wali dengan harus memiliki karomah karena wali Allah memiliki 2 ciri yang disebutkan dalam firman Allah, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

 أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ. الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ. لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ، لا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ، ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Ketauhilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa (kepada Allah). Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar”. (QS Yuunus: 62-64).

Tidak ada rasa takut dan mereka tidak bersedih serta beriman dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala, jadi jika seseorang beriman dan bertakwa kepada Allah maka dia termasuk wali Allah, bagaimana tingkat kewalian seseorang kepada Allah Subhanahu wata’ala tergantung bagaimana tingkat ketakwaan dan keimanannya kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Ulama kita mengatakan:”Karomah yang paling tinggi yang Allah berikan kepada wali walinya adalah keistiqamahan dijalan Allah Subhanahu wata’ala”, kapan seseorang istiqamah diatas jalan Allah terutama dizaman yang penuh dengan fitnah, maka itulah karomah dan kemuliaan yang Allah berikan kepada hamba – hambanya, sebagian ulama yang lain mengatakan karomah yang paling tinggi  kedudukannya yang Allah berikan kepada seorang hamba itulah para ulama. Bahkan Imam Al Izz bin Abdis salam Rahimahullah dan juga diucapkan oleh Imam Abu Hanifah Rahimahullah  mengatakan:”Andaikan para ulama itu bukan wali maka Allah tidak memiliki wali – wali”, oleh karenanya berhati-hatilah mengkriminalisasi ulama mereka wali – wali Allah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِـيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللّـهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «إِنَّ اللهَ تَعَالَـى قَالَ : مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ».

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata:”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman: “Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya”.

Kelengkapan hadits ini adalah:

وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ

Aku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka menyusahkannya. (HR. Imam Bukhari, no. 6502; Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ , I/34, no. 1; al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, III/346; X/219 dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, no. 1248, dan lainnya).

Bersambung (Syarah Hadist Kisah Ashabul Ukhdud Sesi 3)

Wallahu A’lam Bish Showaab



Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Senin, 10 Safar 1438 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : http://harmantajang.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

ID LINE :  http://line.me/ti/p/%40nga7079

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here