Tafsir Surah Qaf Ayat 16, Allah Mengetahui Bisikan Hati (Sesi 2)

0
748

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Jika kita mengetahui bahwasanya sampai bisikan – bisikan jiwa pun diketahui oleh Allah Subahnahu wata’ala hendaknya kita senantiasa memiliki rasa malu kepada Allah Subhanahu wata’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اسْتَحْيُوا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ ، قَالَ قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، قَالَ لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى ، وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى ، وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى ، وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ

Hendaklah kalian malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu. Barang-siapa yang malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu, maka hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang ada padanya, hendaklah ia menjaga perut dan apa yang dikandungnya, dan hendaklah ia selalu ingat kematian dan busuknya jasad. Barangsiapa yang menginginkan kehidupan akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang mengerjakan yang demikian, maka sungguh ia telah malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu”. (HR. Tirmidzi).

Menjaga kepala dan apa yang berada disekelilingnya (kedua mata, mulut, pendengaran bahkan fikiran – fikiran kita), Allah mengetahui mata – mata yang khianat dan yang tersembunyi didalam hati. Menjaga perut dan apa yang dikandungnya (makanan yang hendak dimasukkan ke dalam perut, begitupula dengan minuman).

Anggota badan anak cucu adam yang pertama membusuk ketika dikuburkan adalah perutnya, barangsiapa yang mampu untuk memasukkan kecuali yang halal dan baik maka lakukanlah, begitupula yang ada disekitarnya seperti kemaluan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita doa:

اللَّهُمَّ عَافِنِي مِنْ شَرِّ سَـمْعِي وَبَصَرِي وَلِسَانِي وَقَلْبِي وَ شَرِّ مَنِيِّي

Ya Allah Berilah aku keselamatan dari buruknya pendengaranku, penglihatanku, lidahku, dan hatiku, serta dari buruknya air maniku“. (HR. An-Nasai, Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad). Berlindung agar tidak tumpah pada sesuatu yang Allah haramkan dan ini merupakan bentuk rasa malu kepada Allah Subhanahu wata’ala. Allah mengetahui apa yang terbetik dalam hati – hati dan jiwa – jiwa hambanya, oleh karenanya Allah Subhanahu wata’ala menegaskan dalam ayat ini QS. Qaf : 16 dengan berfirman:

Lebih dekat dari seorang hamba tersebut dari urat nadi atau urat yang ada dilehernya”, Al Hafidz Ibnu Katsir Rahimahullah dan sebagian ulama tafsir menyebutkan bahwasanya maksud dari firman Allah Subhanahu wata’ala:

“Lebih dekat dari seorang hamba tersebut dari urat nadi atau urat yang ada dilehernya”.

Yaitu malaikat – malaikat Allah Subhanahu wata’ala yang sangat dekat dengan mereka, terutama malaikat maut ketika hendak menjemput atau mencabut nyawa seorang hamba, Allah berfirman:

فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَٰكِنْ لَا تُبْصِرُونَ

Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat”(QS. Al-Waqi’ah : 83-85). Begitupula dengan malaikat yang ditugaskan untuk menjaga dan yang mencatat amal kebaikan dan keburukan kita.

Inilah yang akan mendorong seorang hamba untuk senantiasa menghadirkan didalam dirinya sifat Muraqabatullah (Senantiasa merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wata’ala).

Jika engkau berada didalam kegelapan malam dan jiwamu mengajak engkau untuk melakukan perbuatan yang melampaui batas, hendaknya engkau malu dengan pandangan Allah Subhanahu wata’ala dan katakan pada jiwamu sesungguhnya yang menciptakan gelapnya malam melihat apa yang aku lakukan”.

Allah Subhanahu wata’ala maha mengetahui dimanapun kita berada walaupun kita terlepas dari pandangan seluruh manusia atau seluruh makhluk, oleh karenanya jangan sampai pada hari kiamat amalan – amalan yang kita lakukan dan kebaikan – kebaikan yang kita persembahkan kepada Allah dijadikan seperti debu yang beterbangan, sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Seorang hamba pada hari kiamat akan datang kepada Allah dengan membawa amalan sebesar gunung tihamah namun dijadikan seperti debu yang beterbangan (tidak ada artinya) sholat yang ia kerjakan, puasa yang ia lakukan, zakat yang ia tunaikan serta ibadah – ibadah yang lain yang ia persembahkan dijadikan seperti debu yang beterbangan, sahabat bertanya:”Siapa mereka, sifatkan mereka kepada kami ya Rasulullah agar kami tidak termasuk golongan mereka”, Rasulullah berkata:”Mereka adalah kaum yang ketika bersendirian mereka melanggar batasan – batasan Allah Subhanahu wata’ala”, dihadapan orang lain ia tampil sebagai orang yang sholeh akan tetapi jika ia bersendirian dia melanggar batasan – batasan Allah Subhanahu wata’ala.

Wallahu A’lam Bish Showaab



Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Senin, 26 Ramadhan 1439 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : http://harmantajang.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

ID LINE :  http://line.me/ti/p/%40nga7079p

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here