Tafsir Surah Al-Fajar Muqaddimah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Surah Al –Fajr terdiri 30 ayat dan 127 kata, 5990 huruf, jadi jika kita membaca surah Al-Fajr satu kali maka pahalanya 5990,  Pada awal surah ini Allah Subhanahu wata’ala memulai dengan bersumpah, jika Allah bersumpah didalam Al-Qur’an dengan menyebut makhluknya menunjukkan ada maksudnya, diantaranya adalah:

  1. Untuk memancing perhatian bahwasanya ada sesuatu yang ingin Allah sampaikan kepada kita setelah sumpah itu, olehnya ada yang disebut dengan sumpah, misalnya ketika kita bersumpah dengan berkata:”Demi Allah”, maka ucapan ini akan memancing perhatian orang agar ia fokus mendengar apa yang akan kita sampaikan.
  2. Jika Allah bersumpah di dalam Al-Qur’an menunjukkan keutamaan dan kebesaran makhluk tersebut.

Dalam Surah ini Allah bersumpah dengan Al-Fajar, mengapa disebut dengan Al-Fajr karena cahaya itu Al Fajiru, Al Fajir artinya meledak atau tersebar, dimana sebelumnya malam kemudian setelahnya cahaya tersebar dan setelah itu masuk waktu pagi.

Disini Allah Subhanahu wata’ala bersumpah dengan waktu fajar, waktu yang disaksikan oleh para malaikat, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh tu disaksikan (oleh malaikat)”. (QS. Al-Isra’: 78).

Dirikan sholat setelah tergelincir matahari (isyarat waktu dhuhur, ashar, magrib) sampai pertengahan malam (ini syarat waktu sholat isya dan sholat subuh), adapun yang menyaksikan  sholat subuh adalah malaikat, jadi malaikat yang berjaga diwaktu siang dan diwaktu malam bergantian pada 2 waktu sholat yaitu sholat subuh dan sholat ashar, dalam surah An Naziat Allah berfirman:

فَالسّٰبِقٰتِ سَبْقًا

“Dan (malaikat) yang mendahului dengan kencang”. (QS. An-Naziat : 4).

Ayat ini menceritakan tentang malaikat yang berlomba – lomba mengerjakan perintah tuhannya, kata مَشْهُودا menunjukkan bahwasanya yang menyaksikannya juga adalah Allah, jika kita membaca riwayat – riwayat yang menjelaskan tentang turunnya Allah diwaktu sepertiga malam, ada riwayat yang menyebutkan itu berlangsung sampai selesai sholat subuh, jadi Allah turun setiap malamnya yaitu di sepertiga malam terakhir sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

”Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ’Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi. Dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni”. (HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 1808).

Dengan demikian jangan haramkan diri kita di sepertiga malam yang terakhir untuk bangun mengerjakan ibadah tahajjud, istighfar dan doa karena inilah waktu yang sangat mustajab, ketika saudara – saudara dari Nabi Yusuf meminta maaf dengan peristiwa masa lalu karena perbuatan saudara – saudaranya sehinga Nabi Yusuf terpisah dari bapaknya bertahun – tahun lamanya, mereka kemudian minta maaf dan mengakui kesalahannya, ayahnya (Nabi Yaqub) berkata:”Saya akan memintakan ampun untuk kalian kepada tuhanku”, beliau tidak memintakan ampun pada saat itu ketika mereka minta maaf akan tetapi dalam ayat tersebut ada kata:”Saufa”, saufa artinya nanti, kata para ulama tafsir dia menunggu datangnya waktu sahur karena pada waktu itu doa , taubat, istighfar sangat makbul diterima oleh Allah Subhanahu wata’ala dan itu berlangsung sampai sholat subuh selesai dikerjakan. Waktu fajar dimulai ketika tulu sampai terbit matahari  kurang lebih satu jam, tergantung dengan keadaan musim karena beda waktunya fajar dimusim panas, dimusim dingin dan dimusin hujan.

Seseorang yang makan sahur maka dia menahan makan dan minum ketika mulai terlihat fajar as shodiq (fajar yang benar), fajar ada 2, ada yang disebut dengan fajr Al kadzib dan ada yang disebut dengan fajr As Shodiq,  fajr Al Kadzib adalah cahaya fajr yang menjulang vertical ke langit, diwaktu ini masih dibolehkan makan dan minum,  adapun fajar Shodiq dia membentang secara horizontal diatas ufuk walaupun disini sulit dilihat karena banyak lampu dan terhalang dengan bangunan – bangunan, oleh karena itu ketika fajr Shodiq datang maka dikumandangkan azan dan disinilah batas terakhir makan sahur, Dari Samurah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا يغرنكم أذان بلال و لا هذا ال بياض لعمود الصبح حتى يستطير

“Janganlah kalian tertipu/salah kira dengan adzannya Bilal (adzan pertama, pent) dan jangan pula tertipu/salah kira dengan warna putih (fajar kadzib, pent) yang memancar ke atas sampai melintang”. (HR. Muslim no. 1094)

Bilal adzan di waktu malam maksudnya sebelum masuk waktu fajr. Jadi dizaman Rasulullah ada 2 azan sholat subuh, azan pertama dikumandangkan oleh Bilal beberapa menit sebelum adzan fajr yang menandakan masuk waktu subuh dan tidak ada lafadz “Assholatu hairu minannaum”, tujuan azan pertama adalah untuk membangunkan yang masih tidur agar ia bersiap – siap untuk sholat subuh dan untuk mengingatkan kepada yang mengerjakan Qiyamullail bahwasanya sebentar lagi akan masuk waktu subuh agar mereka segara menutupnya dengan witir.  Oleh karena itu batas waktu sahur adalah ketika terdengar azan, Rasulullah bersabda:

إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ

“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum”. (HR. Bukhari no. 623 dan Muslim no. 1092)

Pada saat kita sedang makan sahur kemudian terdengar azan dan masih ada sisa makanan yang belum dihabiskan, maka apa yang harus kita lakukan dengan sisa makanan tersebut.? Jawab:”Jangan ia meletakkan makanan yang ada pada tangannya sampai ia menyelesaikannya asal ia tidak menambahnya dan cukup ia menghabiskan sisa makanan tersebut”.  

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِىَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Apabila salah seorang diantara kalian mendengar adzan, sedangkan bejana (makanan) masih ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga ia menyelesaikan hajatnya (sahurnya)”. (HR. Abu Dawud, no.2352 sanadnya  hasan; juga riwayat Ahmad dan Al-Hakim dengan sanad yang shahih. Lihat Sifat Shoum).

Subuh juga disebut dengan Qur’anul Fajr, mengapa disebut dengan Qur’anul fajr.? karena kebiasaan Nabi memanjangkan bacaannya pada waktu sholat subuh sehingga seakan akan dikatakan:”Beliau membaca Al-Qur’an”, ini merupakan sunnah yang dihidupkan oleh para sahabat setelah kematian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan Abu Bakar as Shiddiq pernah memimpin sholat subuh dan membaca surah panjang sampai matahari hampir terbit baru beliau dan para sahabat selesai sholat subuh, setelah selesai sholat beliau diberitahukan hal tersebut, beliau berkata:”Andaikan pun matahari sudah terbit dia tidak mendapati kita dalam keadaan lalai”. Tentu bacaan yang panjang harus dilakukan sekali – kali dan melihat kondisi para jama’ah karena terkadang Rasulullah membaca panjang dan terkadang tidak panjang namun kebanyakan beliau membaca panjang, sebagaimana dalam hadist yang menyebutkan tentang para wanita yang ikut melaksanakan sholat subuh, setelah sholat subuh mereka meninggalkan tempat mereka dan mereka tidak terlihat karena masih gelap, sunnahnya mambaca ayat yang panjang yaitu diwaktu sholat subuh.

Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu setelah selesai sholat bersama dengan Nabi, ia kemudian pulang ke kampungnya, ketika beliau sampai dikempungnya ia mendapati kaumnya belum sholat, akhirnya beliau mimimpin mereka sholat dimana beliau meniatkan pahala sunnah dan mereka meniatkan pahala isya yang wajib dan ini boleh, misalkan ada yang datang terlambat dibulan Ramadhan untuk melaksanakan sholat isya dimasjid ketika sampai dimasjid orang telah selesai sholat isya dan mulai masuk sholat tarwih,  sholat tarwih hukumnya sunnah sedangkan ia belum sholat isya, maka yang harus ia lakukan adalah ia masuk kemudian bertakbir mengikuti imam walaupun imam niatnya sunnah tarawih dan dia niat sholat isya, ketika imam selesai salam pada dua rakaat maka ia sendiri menambah 2 rakaat sehingga sempurna menjadi 4 rakat. Ini boleh yang merupakan pendapat imam Syafi’, sebagaimana dalil yang disebutkan yang mengisahkan Muadz bin Jabal.

Muadz memimpin sholat dan memperpanjang bacaannya, akhirnya orang yang ikut bermakmum dibelakang beliau memisahkan diri dan sholat sendiri, setelah selesai sholat ia kemudian pergi menunaikan hajatnya, berita ini sampai kepada Muadz, awalnya beliau berkata munafiq kepada orang yang memisahkan diri dari shaf beliau, tapi ketika sampai berita itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam justru Rasulullah marah kepada Muadz dan berkata:”Engkau menimbulkan fitnah Ya Muadz”, dalam riwayat yang lain beliau diperintahkan untuk membaca surah As Samawat ayat – ayat yang menyebutkan langit seperti surah Al Buruj, surah Al-A’la, surah Al-Fajr dan surah ini merupakan anjuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, jadi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan siapa yang menjadi imam dia meringankan sholatnya karena dibelakangnya ada orang lemah, ada orang sakit dan ada orang yang memiliki kebutuhan yang sangat mendesak, tetapi tentunya ini tidak diambil sesuai dengan hawa nafsu, kita harus melihat kondisi dan keadaan, sebelum sholat imam harus balik ke makmum untuk melihat keadaan dan lurusnya shaff, jika misalnya imam melihat banyak santri dan pemuda yang kuat berdiri ketika bacaannya panjang maka tidak mengapa imam memanjangkan bacaannya, tetapi jika imam melihat kebanyakan orang tua yang tidak mampu lagi berdiri lama maka imam tidak memanjangkan bacaannya begitupula sholat di masjid dimana orang – orang tergesa – gesa seperti masjid Bandara maka imam memendekkan bacaannya karena jika bacaannya panjang orang – orang akan terlambat naik pesawat, olehnya ini harus dilihat kondisi dan keadaannya, termasuk khutbah jum’at olehnya khatib yang khutbah jum’at ditempat – tempat seperti bandara, stasiun kereta api jangan ia memanjangkan khutbahnya justru lebih singkat lebih baik, jangan kita memunculkan fitnah dan menjadi sebab fitnah bagi orang lain atau misalkan sholat jum’at kita melihat masjid penuh dengan jama’ah sehingga sebagian jama’ah sholat diluar masjid dibawah terik matahari maka dalam kondisi yang seperti ini khatib dan imam sholat tidak memanjangkan materi dan bacaannya, jadi ini dilihat situasi dan kondisinya, ini pembahasan muqaddimah dari surah ini.

Wallahu a’lam Bish Showaab 


Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Senin, 22 Jumadil Awal 1439 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : http://harmantajang.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here