Adab Memberi Salam kepada Non-Muslim

0
471

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dari ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

قال رسول الله صلّى اللّه عليه وسلّم “لَا تَبْدَؤُوا اَلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ, وَإِذَا لَقَيْتُمُوهُمْ فِي طَرِيقٍ, فَاضْطَرُّوهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Janganlah kalian mulai memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Dan jika kalian bertemu dengan mereka dijalan maka buatlah mereka tergeser ke jalan yang sempit“. (HR. Imam Muslim).

Jika kita punya tentangga dari orang – orang yahudi dan orang – orang nasrani jangan kita mengucapkan kepada mereka:”Assalamu ‘alaikum karena menucapkan salam kepada mereka dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu bagaimana dengan sapaan – sapaan yang lain, adapun sapaan yang lain dibolehkan misalnya ada tetangga kita non muslim kemudian kita bertemu maka kita mengucapkan:”Pagi pak, siang pak, malam pak”, ini saja tidak usah ditambah selamat seperti:”Selamat pagi pak“,

Jadi Rasulullah berkata jangan kalian memulai memberi salam kepada orang – orang yahudi dan kepada orang – orang nasrani karena bagaimana mungkin kita mengucapkan salam kepada orang yang jelas – jelas tidak dirahmati oleh Allah dan setiap sholat kita meminta perlindungan kepada Allah agar tidak termasuk golongan mereka, ketika kita sholat kita membaca:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”(QS. Al-Fatihah: 6-7).

Rasulullah menafsirkan yang dimurkai adalah orang – orang yahudi dan orang – orang yang tersesat yang dimaksud adalah orang – orang nasrani, keadaan mereka kelak sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”. (QS. Al-Bayyinah: 6).

Ayat ini membantah orang yang mengatakan bahwa semua agama itu sama dan semuanya akan masuk ke dalam surga. Apakah pantas kita samakan antara orang muslim yang mengatakan:”Tuhan saya adalah Allah tidak ada tuhan yang disembah selain dia dengan orang mujrim yang mengatakan:”Tuhan kami bapak, anak, roh kudus apakah pantas untuk disamakan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Janganlah kalian mulai memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Dan jika kalian bertemu dengan mereka dijalan maka buatlah mereka tergeser ke jalan yang sempit“. (HR. Imam Muslim).

Hadist ini juga melarang kita mengucapkan selamat kepada perayaan atau hari raya ied mereka seperti hari natal  dan semisalnya, Buya Hamka yang dikenal dengan fatwanya beliau sampai keluar dari ketua umum Majelis Ulama Indonesia karena beliau mempertahankan fatwa beliau tersebut dan semoga Allah merahamati beliau namun bukan berarti kita berpemahaman bahwa kita tidak boleh hidup berdampingan dengan orang – orang kafir, hidup berdampingan dengan orang kafir dibolehkan bahkan kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada mereka dan hukumnya wajib, kita dilarang mengganggu mereka ketika kita bertetangga dengan mereka, Allah berfirman:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al-Mumtahanah : 8).

Jadi walaupun dia adalah non muslim selama mereka tidak memerangi kita dan tidak mengusir kita dari kampung yang kita tinggali maka kita wajib berbuat baik kepada mereka dan berbuat adil kepada mereka dan Allah senang kepada orang – orang yang berbuat adil.

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu ketika beliau menjadi khalifah suatu hari beliau melihat baju perangnya yang terbuat dari besi dipakai oleh salah seorang yahudi, Ali mengenal baju besi tersebut akhirnya ia berkata kepada orang yahudi:”Ini baju saya, saya belum pernah menjualnya dan memberikannya kepada siapapun (Baju besi beliau jatuh pada sebuah peperangan dan ternyata diambil oleh ornag yahudi ini dan ia gunakan_Penj).”, orang yahudi ini berkata:”Ini baju besi saya”, kita bisa melihat bagaimana adilnya Ali bin Abi Thalib padahal pada waktu itu beliau adalah seorang khalifah atau presiden dizaman kita, beliau tidak menggunakan kekuataan dan pasukannya untuk mengambil paksa baju besinya dari orang yahudi tersebut padahal beliau sangat yakin bahwa baju besi tersebut adalah miliknya, akhirnya Ali melaporkan masalah ini ke pengadilan dimana pimpinan pengadilan diangkat sendiri oleh Ali bin Abi Thalib yang bernama Syuraih, beliau mengadukan orang yahudi ini kepada Syuraih dengan berkata:”Ya Syuraih saya melihat baju besi yang telah lama hilang dari saya dipakai oleh orang yahudi ini“, Akhirnya Syuraih bertanya kepada orang yahudi:”Baju besi ini punya siapa.?”, ia berkata:”Ini punya saya”, Syuraih kemudian berkata kepada Ali:”Ya Ali apakah engkau punya saksi”, Ali berkata:”Saya tidak punya saksi”, dalam riwayat yang lain beliau berkata:”Ada anak saya Hasan”, namun persaksian anak kepada ayahnya dalam kondisi yang seperti ini tidak diterima, akhirnya Syuraih memenangkan yahudi tersebut dengan berkata:”Baju besi ini milik orang yahudi”, Ali menerima keputusan tersebut dengan ridho beliau kemudian keluar dan orang yahudi ini berkata:”Ya Ali apakah ini pengadilan islam”, Ali berkata:”Benar”, orang yahudi ini kemudian berkata:”Ya Ali, baju besi ini adalah milikmu, tapi saya melihat keadilan islam (أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ)”, orang yahudi ini masuk islam, Ali berkata:”Karena engaku telah masuk islam maka baju besi ini hadiah untuk mu”.

Adapun masalah yang sifatnya muamalah maka kita dipersilahkan seperti dalam hal jual beli dengan mereka untuk saling mengambil keuntungan. Rasulullah sendiri pernah makan makanan yang dimasak oleh salah seorang yahudi ketika di perang Khaibar bahkan beliau meninggal dunia dan baju besi beliau masih tergadai pada salah seorang yahudi, beliau bermuamalah dengan mereka dalam urusan dunia tetapi dalam urusan ibadah dan aqidah لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ  (Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku), jadi dalam ibadah tidak ada kelonggaran untuk mengucapkan selamat kepada mereka dengan dalih bahwasanya kita saling toleransi, islam telah mengajarkan toleransi yang terbaik namun dalam masalah ibadah dan aqidah tidak dianjurkan bahkan diharamkan.

Pemikiran yang seperti ini pernah ditawarkan oleh orang – orang kafir dizaman nabi, mereka orang kafir berkata:”Dari pada kita sering ribut bagaimana jika kita damai setahun kami menyembah tuhanmu dan setahun engkau menyembah tuhan kami”, maka turunlah surah al kafirun

Pertanyaan bagaimana jika orang non muslim yang memberi salam kepada kita.? Maka cukup kita menjawab:”Wa’alaikum”, misalnya ada tetangga kita non muslim kemudian kita lewat dan ia berkata:”Assalamu ‘alaikum Ustadz”, maka cukuplah kita menjawab:”Wa’alaikum”, tidak ada tambahan salam.

Jadi tidak dilarang untuk bermuamalah dengan mereka, kemudian orang kafir terbagi menjadi 4 yaitu kafir dzimmi, kafir harbi (kafir harbi boleh diperangi karena memerangi kita), kafir musta’man, kafir muahad yang ada perjanjian dengan kaum muslimin ini tidak boleh diganggu atau diperangi adapun orang kafir yang menggangu atau memerangi kita maka kita diperbolehkan melawan mereka atau memerangi mereka.

Kemudian Rasulullah bersabda: …..Dan jika kalian bertemu dengan mereka dijalan maka buatlah mereka tergeser ke jalan yang sempit“. (HR. Imam Muslim).

Islam adalah agama yang paling tinggi dan tidak ada agama yang lebih tinggi dari islam Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Mai’dah : 54).

Adapun di zaman sekarang terbalik jika disebutkan orang – orang kafir atau negara kafir hati kita bergetar dan takut sebagaimana jika disebut Amerika maka kita akan mengambarkan sebuah negara yang kuat dengan adidayanya padahal tidak ada yang kuat selain Allah Subhanahu wata’ala, ketahuilah sesungguhnya kehinaan yang didapatkan oleh kaum muslimin disebabkan karena mereka sendiri yang meninggalkan agamanya sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُـمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى تَرْجِعُواْ إِلَى دِيْنِكُمْ

“Apabila kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi, kalian ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma).

Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda:

تَدَاعَى عَلَيْكُمْ اْلأُمَمُ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا قَالُوْا : أَمَنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ؟ قَالَ : لاَ، أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيُننَزِّ عَنَّ اللَّهُ الرَّهْبَةَ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ لَكُمْ، وَلَيُقْذِ فَنَّ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ، قَالُوْا : وَمَا الْوَهْنُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

“Telah berkumpul umat-umat untuk menghadapi kalian, sebagaimana orang-orang yang makan berkumpul menghadapi piringnya”. Mereka berkata:”Apakah pada saat itu kami sedikit wahai Rasulullah ? Beliau menjawab:”Tidak, pada saat itu kalian banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan, dan Allah akan menghilangkan rasa takut dari dada-dada musuh kalian kepada kalian, dan Allah akan menimpakan pada hati kalian penyakit Al-Wahn”. Mereka berkata:”Apakah penyakit Al-Wahn itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab:”Cinta dunia dan takut akan mati”. (HR. Abu Daud (4297), Ahmad (5/287), dari hadits Tsaubah Radhiyallahu anhu, dan dishahihkan oelh Al-Albani dengan dua jalannya tersebut dalam As-Shahihah (958).

Segala sesuatu yang kita miliki dirampas dan direbut padahal jumlah kita mayoritas sampai – sampai seorang sahabat bertanya:“Apakah pada saat itu kami sedikit wahai Rasulullah ? Beliau menjawab:”Tidak, pada saat itu kalian banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan, dan Allah akan menghilangkan rasa takut dari dada-dada musuh kalian kepada kalian”,

Dahulu jika Rasulullah ingin menaklukkan suatu daerah baru satu bulan perjalanan bersama dengan para sahabat, kemudian kabar kedatangan beliau diketahui oleh musuh maka musuh sudah takut lebih dahulu bahkan mereka terkadang meninggalkan kampung halamannya sebelum Rasulullah datang ditempat tersebut, oleh karenanya rampasan perang ada 2 yaitu Ghanimah:”Rampasan yang didapatkan setelah perang atau yang didapatkan ketika menang dalam perang dan yang kedua adalah Al Fay, Al Fay adalah rampasan perang atau Ghanimah yang didapatkan tanpa peperangan disebabkan karena musuh ketakutan sehingga meninggalkan kampungnya, Rasulullah bersabda:
Saya diberikan kemenangan sebulan sebelum berjumpa dengan musuh”, hal ini terjadi di zaman Rasulullah dan para sahabat, adapun di zaman sekarang rasa takut telah dicabut dari dada – dada musuh kaum muslimin, dalam lanjutan hadist Rasulullah bersabda:”Allah akan menimpakan pada hati kalian penyakit Al-Wahn”. Mereka berkata:”Apakah penyakit Al-Wahn itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab:”Cinta dunia dan takut akan mati”. Banyak orang muslim menjual agamanya disebabkan karena terlalu cinta dunia padahal dunia hanya sementara.

Mungkin ada yang bertanya:”Kita diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam jangan memulai memberi salam kepada orang yahudi dan orang nasrani lalu bagaimana dengan hadist yang memerintahkan kita untuk memberi salam kepada yang kita kenal dan kepada yang tidak kita kenal, bagaimana jika kita memberi salam sedangkan dia adalah non muslim padahal sebelumnya kita tidak tahu bahwa dia adalah non muslim”, jawab:Diantara tanda dan ciri hari kiamat sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah dalam hadistnya:

أَنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ تَسْلِيمَ الْخَاصَّةِ

“Sesungguhnya dekatnya hari kiamat yaitu memberikan salam kepada orang yang khusus (yang ia kenal-pent.)”. (HR. Ahmad).

Tanda ini telah Nampak di zaman ini, jika kita menghadiri pengajian dan kita mendengarkan hadist dalam pengajian tentang memberi salam kepada orang yang dikenal dan orang yang tidak dikenal, sehingga setiap kita berjumpa dengan orang kita memberi salam kepadanya apakah dia non muslim atau orang muslim, mungkin ada yang bertanya jangan sampai dia orang non muslim maka dari sini berlaku qaidah:”Asal dari seseorang itu kita hukumi sebagai seorang muslim”, adapun jika kita memberi salam kepada seseorang kemudian ia menjawab salam kita dengan lengkap dan fasih kemudian ada yang memberi tahu kepada kita bahwa orang tersebut adalah non muslim, jika kita telah tahu bahwa dia adalah non muslim maka ketika berjumpa dengannya di hari berikutnya kita tidak lagi mengucapkan salam kepadanya. Tetapi jika di negeri yang mayoritas kaum muslimin maka kita banyak mengucapkan salam bahkan kepada setiap orang yang kita jumpai kecuali di daerah yang kita kenal minoritas orang muslim maka kita berhati – hati dalam memberi salam.

Juga dalam masalah ini ketika kita berpergian kemudian ditengah jalan kita singgah untuk menunaikan shalat disebuah masjid dan kita dalam keadaan masbuk, setelah wudhu maka kita langsung ikut dibelakang imam masjid itu, jangan kemudian ketika orang sedang sholat kita tidak ikut bersamanya dan menunggu mereka sampai selesai sholat apalagi kita bertanya kepada orang apakah imamnya ahli tauhid dan tidak berbuat syirik serta bid’ah, pertanyaan yang seperti ini termasuk perbuatan berlebih-lebihan, olehnya ikut langsung dibelakangnya tanpa bertanya.

Begitupula ketika disugukan makanan oleh saudara kita berupa ayam kemudian kita bertanya apakah ayam ini disembelih dengan nama Allah, maka bertanya yang seperti ini termasuk berlebih-lebihan dan jika ada yang bertanya seperti ini jangan dihiraukan, karena sebagai seorang muslim jika makanan disugukan kepada kita kemudian kita tahu bahwa yang menyugukan makanan adalah orang muslim maka jangan lagi bertanya tentang makanan tersebut apakah halal atau haram karena ini termasuk diantara perkara yang berlebih- lebihan, olehnya ambil makanannya dan baca bismillah. Sama halnya dalam memberi salam jangan kemudian setiap berjumpa dengan orang kita bertanya kepadanya apakah anda seorang muslim atau non muslim untuk kita beri salam kepadanya atau tidak karena ini termasuk diantara perkara yang berlebih – lebihan kecuali yang kita telah tahu bahwa orang tersebut non muslim maka jangan memberi salam kepadanya.

Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah bersama dengan para sahabat kemudian tiba waktu sholat, beliau berwudhu pada saluran air kemudian sahabat yang lain juga ikut berwudhu, namun ada salah seorang yang bertanya dengan berkata:”Wahai pemilik air, apakah ini halal”, Umar kemudian berkata:”Wahai pemilik air jangan jawab pertanyaannya”.

Wallahu a’lam Bish Showaab 


Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here